Blogger templates

Kamis, 09 Januari 2014

Profesi Konseling



PROFESI KONSELING

A.          Kompetensi Konselor

      Sosok utuh kompetensi konselor terdiri atas dua komponen yang berbeda namun terintegrasi dalam praksis sehingga tidak bisa dipisahkan yaitu kompetensi akademik dan kompetensi profesional. Kompetensi konselor itu antara lain:

1.             Memahami Secara Mendalam Konseli yang Hendak Dilayani
·               Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas, kebebasan memilih, dan mengedepankan kemaslahatan konseli dalam konteks kemaslahatan umum
·               Mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis serta perilaku konseli 

2.             Menguasai Landasan Teoretik Bimbingan dan Konseling
·               Menguasai teori dan praksis pendidikan
·               Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur, jenis, dan jenjang, satuan pendidikan
·               Menguasai konsep dan praksis penelitian  dalam bimbingan dan konseling
·               Menguasai kerangka teoretik dan praksis bimbingan dan konseling

3.             Menyelenggarakan Bimbingan dan Konseling yang Memandirikan
·               Merancang program Bimbingan dan Konseling
·               Mengimplementasikan program Bimbingan dan Konseling yang komprehensif
·               Menilai proses dan hasil kegiatan Bimbingan dan Konseling.
·               Menguasai konsep dan praksis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah konseli

4.             Mengembangkan Pribadi dan Profesionalitas Secara Berkelanjutan
·               Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
·               Menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat
·               Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional
·               Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat bekerja
·               Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling
·               Mengimplementasikan kolaborasi antarprofesi

B.           Persyaratan Konselor
Adanya bimbingan dan konseling secara langsung antara seorang konselor dengan konseli atau klien sangat dibutuhkan. Pentingnya bimbingan dalam pendidikan, menuntut seorang konselor memiliki syarat-syarat yang selayaknya ia miliki sebagai seorang pembimbing untuk kelancaranya dalam melaksanakan bimbingan konseling.

1.            Syarat-Syarat Pembimbing (Konselor) di Sekolah

Arifin dan Eti Kartikawati (1994/1995) menyatakan bahwa petugas bimbingan dan konseling di sekolah dipilih berdasarkan kualifikasi:

a.             Kepribadian
Syarat petugas bimbingan di sekolah diantaranya adalah sifat kepribadian konselor. Seorang konselor harus memiliki kepribadian yang baik. Kepribadian konselor sangat berperan dalam usaha membantu siswa untuk tumbuh. Banyak penelitian telah dilakukan oleh sejumlah ahli tentang ciri-ciri khusus yang dibutuhkan oleh seorang konselor. Polmantier (1966) telah mengadakan survei dan studi mengenai sifat-sifat kepribadian konselor menyatakan:
·               Konselor adalah pribadi yang intelegen, memiliki kemampuan berpikir verbal dan kuantitatif, bernalar dan mampu memecahkan masalah secara logis dan persetif.
·               Konselor menunjukkan minat kerja sama dengan orang lain, di samping seorang ilmuwan yang dapat memberikan pertimbangan dan menggunakan ilmu pengetahuan mengenai tingkah laku individual dan sosial
·             Konselor menampilkan kepribadian yang dapat menerima dirinya dan tidak akan menggunakan kliennya untuk kepuasan kebutuhan pribadinya melebihi batas yang ditentukan oleh kode etik profesionalnya.

Jones menyebutkan 7 sifat yang harus dimiliki oleh seorang konselor:

·               Tingkah laku yang etis
·               Kemampuan intelektual
·               Keluwesan (flexibility)
·               Sikap penerimaan (acceptance)
·               Pemahaman (understanding)
·               Peka terhadap rahasia pribadi
·               Komunikasi


b.            Pendidikan
      Seorang guru pembimbing atau konselor profesional selayaknya memiliki pendidikan profesi, yaitu jurusan bimbingan konseling Strata Satu (S1), S2 maupun S3.Atau sekurang-kurannya pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan tentang bimbingan dan konseling. Seorang guru pembimbing atau konselor nonprofesional yakni alumni fakultas keguruan atau tarbiyah dapat diangkat menjadi seorang konselor profesional, tetapi harus mengikuti terlebih dahulu pendidikan tambahan (pendididkan profesi) dalam bidang bimbingan dan konseling. Konselor tidak saja harus memiliki ilmu bimbingan dan konseling, tetapi juga harus memiliki pengetahuan psikologi, bimbingan, dan konseling keterampilan komunikasi sosial dan konseling.

c.             Pengalaman kerja
      Seorang konselor harus memiliki pengalaman kerja minimal 3 tahun mengajar, banyak membimbing berbagai kegiatan ekstrakulikuler dan banyak pengalaman dalam organisasi. Corak pengalaman yang dimiliki seorang konselor akan membantunya mendiagnosis dan mencari alternatif solusi terhadap klien.

d.            Kemampuan
       Seorang pembimbing harus memiliki kemampuan (kompetensi). M.D. Dahlan (1987) menyatakan bahwa konselor dituntut untuk memiliki berbagai keterampilan melaksanakan konseling. Guru pembimbing atau konselor harus mampu mengetahui dan memahami secara mendalam sifat-sifat seseorang, daya kekuatan pada diri seseorang, merasakan kekuatan jiwa apakah yang mendorong seseorang berbuat, dan mendiagnosis berbagai persoalan siswa, selanjutnya mengembangkan potensi individu secara positif.

C.          Kode Etik Konselor

1.            Pengertian
     Etika adalah suatu sistem prinsip moral, bisa juga mengenai aturan tentang tindakan yang dianut berkenaan dengan perilaku suatu kelas manusia, kelompok, atau budaya tertentu. Etika Profesi Bimbingan dan Konseling adalah kaidah-kaidah perilaku yang menjadi rujukan bagi konselor dalam melaksanakan tugas atau tanggung jawabnya dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada konseli. Kaidah-kaidah perilaku yang dimaksud adalah:
·             Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan sebagai manusia, dan mendapatkan layanan konseling tanpa melihat suku bangsa, agama, atau budaya.
·               Setiap orang/individu memiliki hak untuk mengembangkan dan mengarahkan diri.
·               Setiap orang memiliki hak untuk memilih dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambilnya.
·          Setiap konselor membantu perkembangan setiap konseli, melalui layanan bimbingan dan konseling secara profesional.
·            Hubungan konselor-konseli sebagai hubungan yang membantu yang didasarkan kepada kode etik (etika profesi).  

Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap anggota profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia. Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia wajib dipatuhi dan diamalkan oleh pengurus dan anggota organisasi tingkat nasional, propinsi, dan kebupaten/kota (Anggaran Rumah Tangga ABKIN, Bab II, Pasal 2)
Kode etik Profesi Konselor Indonesia memiliki lima tujuan, yaitu:
·               Melindungi konselor yang menjadi anggota asosiasi dan konseli sebagai penerima layanan.
·               Mendukung misi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia.
·             Kode etik merupakan prinsip-prinsip yang memberikan panduan perilaku yang etis bagi konselor dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling.
·               Kode etik membantu konselor dalam membangun kegiatan layanan yang profesional.
·               Kode etik menjadi landasan dalam menghadapi dan menyelesaikan keluhan serta permasalahan yang  datang dari anggota asosiasi.
2.            Dasar Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling
·               Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
·               Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
·              Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (pasal 28 ayat 1, 2 dan 3 tentang standar pendidik dan tenaga kependidikan)
·               Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.
·               Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
D.          Pelanggaran Terhadap Kode Etik

1.            Bentuk Pelanggaran
a.             Terhadap Konseli
·               Menyebarkan/membuka rahasia konseli kepada orang yang tidak terkait dengan kepentingan konseli
·               Melakukan perbuatan asusila (pelecehan seksual, penistaan agama, rasialis)
·               Melakukan tindak kekerasan (fisik dan psikologis) terhadap konseli
·               Kesalahan dalam melakukan pratik profesional (prosedur, teknik, evaluasi, dan tindak lanjut).

b.            Terhadap Organisasi Profesi
·               Tidak mengikuti kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi
·               Mencemarkan nama baik profesi (menggunakan organisasi profesi untuk kepentingan pribadi dan atau kelompok).

c.             Terhadap Rekan Sejawat dan Profesi Lain Yang Terkait
·          Melakukan tindakan yang menimbulkan konflik (penghinaan, menolak untuk bekerja sama, sikap arogan)
·               Melakukan referal kepada pihak yang tidak memiliki keahlian sesuai dengan masalah konseli.

2.            Sangsi Pelanggaran
Konselor wajib mematuhi kode etik profesi Bimbingan dan Konseling. Apabila terjadi pelanggaran terhadap kode etik Profesi Bimbingan dan Konseling maka kepadanya diberikan sangsi sebagai berikut:
·               Memberikan teguran secara lisan dan tertulis
·               Memberikan peringatan keras secara tertulis
·               Pencabutan keanggotan ABKIN
·               Pencabutan lisensi
·        Apabila terkait dengan permasalahan hukum/kriminal maka akan diserahkan pada pihak yang berwenang.

3.            Mekanisme Penerapan Sangsi
Apabila terjadi pelanggaran seperti tercantum diatas maka mekanisme penerapan sangsi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
·               Mendapatkan pengaduan dan informasi dari konseli dan atau masyarakat
·               Pengaduan disampaikan kepada dewan kode etik di tingkat daerah
·               Apabila pelanggaran yang dilakukan masih relatif  ringan maka penyelesaiannya dilakukan oleh dewan kode etik di tingkat daerah
·               Pemanggilan konselor yang bersangkutan untuk verifikasi data yang disampaikan oleh konseli dan atau masyarakat
·            Apabila berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh dewan kode etik daerah terbukti kebenarannya maka diterapkan sangsi sesuai dengan masalahnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More