A.
Wawancara
Wawancara merupakan salah satu kata dalam bahasa
Inggris yaitu kata interview. Menurut kamus Wikipedia, wawancara dapat
diartikan sebagai percakapan antara 2 orang atau lebih yang berlangsung antara
narasumber dan pewawancara untuk meminta keterangan atau pendapat mengenai
suatu hal.
B.
Wawancara Konseling
Wawancara
konseling mungkin merupakan wawancara yang paling sensitif dari seluruh bentuk
wawancara. Wawancara konseling tidak akan terjadi kecuali bila ada seseorang
yang merasa tidak mampu menangani sendiri problemnya dan memerlukan bantuan
orang lain atau konselor yang menentukan sesi-sesi konseling yang dibutuhkan.
Masalah yang dihadapi mungkin saja bersifat sangat pribadi misalnya
persoalan-persoalan keuangan, seks, stabilitas emosional, kesehatan fisik,
pernikahan, moral, gaya kerja atau duka cita atas kematian teman dan anggota
keluarga. Konseling merupakan proses membantu seseorang untuk memperoleh
pemahaman tentang masalahnya serta menemukan jalan untuk menanggulanginya.
1.
Pendekatan Dasar untuk Wawancara Konseling
a.
Konseling Directive (penyuluhan
terarah)
Karakteristiknya adalah
konselor mengarah langsung ke masalah, mengontrol struktur wawancara, memutuskan
untuk menyelesaikan atau menghindari masalah subjek, menyusun langkah-langkah
dalam wawancara dan menentukan lamanya wawancara. Konselor mengumpulkan informasi,
menganalisis masalah, memberikan pendapat, memberi solusi, memberi arahan yang
spesifik kepeda klien. Konselor mengatur bagaimana klien bertindak dengan tujuan
untuk mengubah perilakunya agar sesuai. Diasumsikan bahwa konselor lebih mampu
dibanding klien dalam memecahkan masalah.
Keuntungan konseling directive adalah:
·
Cukup mudah untuk memimpin dan
mempelajarinya
·
Tidak memerlukan waktu yang
banyak
·
Konselor fokus pada kepentingan
masalah yang spesifik
·
Memperbolehkan konselor untuk
memberikan informasi dan pedoman penting
· Memperbolehkan konselor untuk
melayani seperti penasehat ketika klien merasa segan dan tidak sanggup untuk
menganalisis masalahnya atau untuk memperkirakan kemungkinan-kemungkinan
solusinya.
b.
Konseling Non-directive
Karakteristiknya adalah
konselor dipandang sebagai fasilitator/penolong pasif bukan sebagai ahli,
konselor membantu klien memperoleh informasi, mendapat insight, menyelidiki
masalah serta menganalisisnya, dan menemukan dan mengevaluasi solusinya.
Konselor mendengarkan, mengobservasi, dan memberi harapan (mendorong) bukannya
memaksakan ide dan solusi. Konseling berpusat pada klien, klien yang mengontrol
struktur wawancara, menentukan topik apa yang akan didiskusikan, kapan mereka
akan berdiskusi dan bagaimana mereka akan berdiskusi, menentukan
langkah-langkah dalam diskusi serta lamanya waktu diskusi.
Diasumsikan bahwa: Setiap
orang mempunyai kemampuan untuk mencapai pemecahan terbaik yang ia miliki, hanya
klien yang dapat memutuskan apa yang terbaik untuknya, hal terpenting dalam
konseling adalah mendengar.
Keuntungan konseling non-directive:
· Membolehkan klien untuk
mengungkapkan apa yang lebih penting untuk dirinya pada waktu yang diperlukan
· Membolehkan klien menyampaikan
informasi dengan sukarela yang mungkin saja konselor tidak memikirkan hal itu
·
Menyerahkan kepada klien untuk
lebih mengontrol keputusan serta tindakannya
· Non-directive mungkin dapat
mendorong klien untuk memberikan jawaban dan komentar secara mendalam
·
Non-directive memungkinkan
adanya komunikasi pada klien bahwa konselor sungguh tertarik padanya dan tidak
terburu-buru untuk menerima klien lain ataupun mengerjakan tugas lainnya.
Konselor yang terdiri
dari konselor akademik, konselor pada perlindungan sosial (Social Security),
konselor pernikahan dan konselor kesehatan selalu menggunakan kombinasi yang
tepat antara pendekatan directive dan non-directive. Contohnya, selama bagian
pertama dari wawancara dengan keluarga, konselor pelayanan sosial mungkin
menggunakan pendekatan directive untuk mendapatkan informasi tentang keluarga
tersebut seperti usia, jenis kelamin, pendapatan, alamat, pekerjaan,
masalah-malah kesehatan, dan lain-lain. Konselor mungkin pindah ke pendekatan
non-directive ketika mencoba untuk menemukan masalah keluarga lalu menghadapi
masalah tersebut, bagaimana anggota keluarga tersebut merasakan masalahnya, dan
apakah mereka mengharapkan pelayanan sosial. Tugas yang sulit dari konselor
adalah menentukan pendekatan khusus yang tepat dan merubah dari pendekatan satu
ke pendekatan yang lain selama wawancara konseling.
2.
Teknik Wawancara Konseling
Darley mengajukan empat kaidah dalam wawancara konseling
sebagai berikut:
a. Dalam wawancara seorang konselor tidak memberikan ceramah,
artinya konselor terlalu banyak bicara, sehingga menyita hampir seluruh waktu
pertemuan dengan klien. Hal ini akan menghambat klien berbicara, klien bersifat
pasif, sebagai pendengar. Konseling yang baik kegiatan berbicara ada pada
klien, sehingga konselor akan banyak melakukan kegiatan mendengarkan.
b.
Dalam berbicara konselor menggunakan kata-kata sederhana
yaitu kata-kata yang dapat dicerna oleh klien, dapat dipahami dan dimengerti.
Dengan demikian terjadi hubungan yang baik dan komunikasi yang lancar.
c. Dalam wawancara konselor harus merasa yakin bahwa
informasinya diperlukan oleh klien, berarti mempunyai keyakinan bahwa dirinya
diperlukan dan pertolongannya sangatlah dibutuhkan. Keyakinan itu akan
menjadikan konselor mantab dalam memberikan bantuan kepada klien.
d.
Konselor merasakan sikap klien dalam menyelesaikan
masalahnya. Hal ini berarti adanya perasaan empati dari konselor (konselor
memahamai diri klien, dan klien mengerti bahwa konselornya memahami dirinya).
3.
Merencanakan Wawancara
a.
Membuat keputusan untuk
melakukan konseling
Konseling berarti
menginvestasi waktu, energi dan uang untuk kedua individu (konselor dan klien).
b.
Mengumpulkan fakta
Konselor harus spesifik
tidak ambigu. Konselor yang baik memulai dengan fakta-fakta. Dalam mengumpulkan
fakta, digunakan paradigma yang paling relevan dengan situasi tertentu.
Paradigma pertama menyatakan bahwa seseorang bertanggung jawab atas masalahnya,
oleh karena itu solusinya yaitu merubah orang itu. Paradigma kedua menyatakan
bahwa masalah disebabkan oleh lingkungan/situasi kerja bukan karena
individunya/tingkah lakunya.
c.
Meninjau kembali tujuan semula
Konseling adalah
aktivitas membantu, membantu maksudnya membuat perubahan-perubahan yang harusnya
terjadi pada klien. Konselor harus menginvestigasi apakah tujuannya sama/tidak
dengan klien.
d.
Batasi sasaran pada tiap
wawancara
Batasan itu dapat dibagi
menjadi: wilayah masalah, alasan untuk berubah, alternatif perubahan, dan manfaat
perubahan.
e.
Pilih struktur untuk konseling
Konselor dapat memakai
konseling directive/non-directive.
f.
Rencanakan suasana yang akan di
kembangkan
Suasana yang paling
bermanfaat untuk konseling seperti “terbuka”, “interaktif”, dan “objektif”.
Keterbukaan dikarakteristikkan dengan pengungkapan diri. Dibutuhkan saling
percaya satu sama lain dan harus menjaga kerahasiaan karena orang sulit untuk
terbuka. Konselor lebih baik menekankan pada fakta daripada penilaian sendiri
saat mengambil kesimpulan. Hal yang juga penting yaitu menggunakan sapaan
formal seperti Tuan, Nyonya, Nona, selain itu mengatur tempat duduk dan
memperhatikan penampilan juga penting.
g.
Menyusun setting sehingga
interaksi dapat maksimal
Setting juga merupakan penentu terjadinya
interaksi. Beberapa pertimbangan utama:
·
Buat janji dengan klien dan
tentukan berapa lama pertemuan akan berlangsung.
·
Pilih ruangan tersendiri, area
yang nyaman dan bebas gangguan.
·
Atur perabotan yang akan
membantu apakah ingin formal/informal.
·
Perhatikan pencahayaan, cahaya
yang lemah cenderung membuat orang lebih terbuka.
4.
Melakukan Wawancara
Pendahuluan wawancara konseling sebaiknya
memenuhi 4 hal yaitu:
a.
Membangun raport
Raport diperlukan untuk
membuat klien nyaman dan menumbuhkan kepercayaan diri klien. Dapat dilakukan
dengan memulai pembicaran singkat, orientasi yang bagus, hangat dan ramah.
Setelah membangun raport, konselor membuat kesepakatan kerja mengenai bayaran,
frekuensi sesi konseling dan tujuan klien. Beberapa hal yang dapat dilakukan
agar klien mau bicara adalah:
·
Meyakinkan padanya akan
kerahasiaan
·
Menunjukkan komitmen untuk
membantu
·
Jujur
·
Mendengarkan dari awal
·
Tunjukkan penerimaanmu
b.
Spesifik dalam mengidentifikasi
dan mengartikan masalah, tingkah laku, sikap/hubungan
Menggali lebih dalam masalah
klien dengan menyelidiki dan menanyakan hal-hal yang spesifik. itu dilakukan
agar klien mau membuka diri dan mengakui masalahnya. Setelah masalah diakui
biasanya kemajuan dapat dibuat.
c.
Menyelidiki/mengeksplorasi
persepsi klien
Menyelidiki dengan menanyakan
pertanyaan yang membangkitkan kenangan dan tidak membiarkan klien menghindari
topik. Jika klien meyakini suatu persepsi tanyakan apakah dia
mendukung/menolaknya. Eksplorasi yang efektif dilakukan dengan terus terang,
tidak menuduh dan dengan cara yang tidak berperasaan.
d.
Mendengar dan menyerap
Konselor tidak hanya
mendengar tapi juga menyimak baik apa yang dikatakan klien untuk medeteksi
perubahan-perubahan dalam percakapan dan ketidakkonsistenan. Setelah itu diberi
pertanyaan tambahan untuk mengklarifikasi perasaan dan kesan klien. Perhatikan
juga tingkah laku nonverbal karena dapat mengungkapkan hal yang disembunyikan
dalam kata-kata.
e.
Menyelidiki reaksi secara penuh
Konfrontasi diperlukan
dalam menyelidiki reaksi klien karena sebagian besar orang selalu ingin
menutupi kesalahan yang membuat mereka tak nyaman. Wawancara non-directive akan
lebih banyak mendapat feedback reaksi klien.
f.
Berorientasi pada masalah
Konseling memiliki
konotasi dimana keputusan-keputusan dapat diambil. Lebih baik konselor berorientasi
pada masalah daripada berorientasi pada solusi. Waktu digunakan untuk
menyelidiki akar masalahnya.
g.
Membuat catatan menyeluruh
Tidak satupun orang dapat
menghafal semua rincian dalam sesi konseling. Oleh karena itu disarankan untuk
mencatatnya. Catatan itu dapat digunakan konselor untuk mendalami masalah
klien.
5.
Menghadapi Kesulitan Tertentu
a.
Klien yang susah berbicara
Membantu klien menyaring
ide dan ekspresi mereka karena sebagian besar orang kesulitan menganalisis
masalah mereka sendiri. Oleh karena itu membutuhkan waktu dan banyak probing
untuk mengetahui maksud dan reaksi mereka. Untuk memudahkan klien mengungkapkan
masalahnya biasanya beberapa konselor membicarakan hal lain dulu sebelum
masalahnya.
b.
Keinginan untuk pergi (wanting
to leave)
Sebagian besar klien
ingin meninggalkan situasi konseling yang menekan mereka. Untuk mencegah
kepergian mereka konselor sebaiknya menunjukkan manfaat melanjutkan
hubungan/konseling.
c.
Ketergantungan
Ketergantungan terjadi
ketika klien berharap konselor mampu menyelesaikan masalahnya. Konselor yang
menggunakan pendekatan directive tidak akan kesulitan menghadapi keinginan
klien. Tapi akan bermasalah bila menggunakan pendekatan non-directive karena
klien dipaksa untuk memberi solusi masalahnya sendiri.
d.
Penyangkalan
Penyangkalan harus
dihadapi untuk membuat kemajuan. Penyangkalan ini dapat diatasi dengan
membuktiknnya dengan tegas, menghadapinya dengan fakta-fakta dan mendorong
klien pada suatu pengakuan.